A.
Pendahuluan
a.
Latar Belakang
Hukum kontrak merupakan terjemahan dari bahasa inggris, yaitu
contract of law, sedangkan dalam bahasa belanda disebut dengan istilah
overeenscom strecht. Dalam menunjang suatu kegiatan bisnis agar tercapainya
keamanan dimana tidak hanya mengandalkan saling percaya dibutuhkan suatu
perjanjian mengikat yang dikenal dengan istilah kontrak. Kontrak dalam dunia
bisnis merupakan salah satu aspek penting yang banyakdipergunakan orang dan
hampir semua kegiatan bisnis diawali dengan adanya perjanjian kontrak.
Kontrak mencakup banyak hal dimana dalam pembuatannya terdapat
asas-asas kontrak, syarat sah kontrak yang harus dipenuhi,dan dengan kontrak
pula pihak-pihak yang terkait mendapatkan suatu kejelasan hukum apabila salah
satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.Hukum kontrak kita masih mengacu pada
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek Bab III tentang perikatan.
Dari permasalahan diatas, penulis berusaha agar pihak yang terkait
dalam suatu kontrak mendapat kejelasan hukum, maka perlu dikaji pembahasan
lebih serius mengenai hukum kontrak, baik itu secara definisi, asa-asas yang
terkandung didalamnya, syarat sahnya, serta contoh analisis kasus dari suatu
perjanjian bisnis sesuai perspektif hukum kontrak dan hukum perdata.
b.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
definisi hukum kontrak atau perjanjian di dalam perspektif hukum perdata ?
2.
Bagaimana
syarat sahnya perjanjian atau kontrak beserta asas-asas perjanjian ?
3.
Bagaimana
contoh kasus perjanjian bisnis yang sesuai dengan anatomi kontrak ?
4.
Bagaimana
analisis dari kasus perjanjian bisnis dalam perspektif hukum kontrak dan hukum
perdata ?
5.
Bagaimana
kesimpulan dari analisis kasus perjanjian bisnis dan kesan pesan hukum kontrak
yang penulis baca ?
c.
Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang ada, dapat disimpulkan tujuan penulis
membuat makalah sebagai berikut :
1.
Untuk
mengetahui definisi hukum kontrak atau perjanjian dalam perspektif hukum
perdata.
2.
Untuk
mengetahui syarat sahnya perjanjian atau kontrak beserta asas-asas perjanjian.
3.
Untuk
mengetahui contoh kasus perjanjian bisnis yang sesuai dengan anatomi kontrak.
4.
Untuk
mengetahui analisis dari sebuah kasus perjanjian bisnis dalam perspektif hukum
kontrak atau hukum perdata.
5.
Untuk
mengetahui kesimpulan dari sebuah kasus perjanjian bisnis dan kesan pesan hukum
kontrak yang penulis baca.
B.
Pembahasan
a.
Definisi Hukum Kontrak atau Perjanjian Dalam Perspektif Hukum
Perdata
Hukum kontrak merupakan bagian dari hukum perikatan. Bahkan
sebagian ahli hukum menempatkan sebagai bagian dari hukum perjanjian karena
kontrak sendiri ditempatkan sebagai perjanjian tertulis. Kontrak atau perjanjian ini merupakan suatu
peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Biasanya kalo seorang berjanji kepada orang lain, kontrak tersebut
merupakan kontrak yang biasa diistilahkan dengan kontrak sepihak dimana hanya
seorang yang wajib menyerahkan sesuatu kepada orang lain, sedangkan orang yang
menerima penyerahan itu tidak memberikan sesuatu sebagai balasan (kontra
prestasi) atau sesuatu yang diterimanya. Sementara itu, apabila dua orang
saling berjanji, ini berarti masing-masing pihak menjanjikan untuk memberikan
sesuatu/ berbuat sesuatu kepada pihak lainnya yang berarti pula bahwa
masing-masing pihak berhak untuk menerima apa yang dijanjikan oleh pihak lain.
Hal ini berarti masing-masing pihak dibebani kewajiban dan diberi hak
sebagaimana yang dijanjikan.
Kontrak merupakan suatu peristiwa yang konkret dan dapat diamati,
baik itu kontrak yang dilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis. Hal ini
berbeda dengan perikatan yang tidak konkret, tetapi abstrak atau tidak dapat
diamati karena perikatan itu hanya merupakan akibat dari adanya kontrak
tersebut yang menyebabkan orang atau para pihak terikat untuk memenuhi apa yang
dijanjikan.[1]
b. Syarat Sahnya Perjanjian atau Kontrak Beserta Asas-Asas
Perjanjian
Secara umum
kontrak lahir pada saat tercapainya kesepakatan para pihak mengenai hal yang
pokok atau unsur esensial dari kontrak tersebut. Sebagai contoh, apabila dalam
kontrak jual beli telah tercapai kesepakatan tentang barang dan harga, lahirlah
kontrak, sedangkan hal-hal yang tidak diperjanjikan oleh para pihak akan diatur
oleh undang-undang.
1.
Syarat Sahnya Perjanjian atau Kontrak
Walupun dikatakan
bahwa kontrak lahir pada saat terjadinya kesepakatan mengenai hal pokok dalam
kontrak tersebut, namun masih ada hal lain yang harus diperhatikan, yaitu
syarat sahnya kontrak sebagimana diatur dalam pasal 1320 BW, yaitu:
a.
Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya.
b.
Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan.
c.
Suatu
hal tertentu.
d.
Suatu
sebab yang halal.
Keempat syarat
tersebut biasa juga disingkat dengan sepakat, cakap, hal tertentu, dan sebab
yang halal. Keempat syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal
1320 BW tersebut diatas akan diuraikan lebih lanjut sebagai berikut :
1.
Kesepakatan
Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya
suatu kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang
paling penting adalah adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut.
Cara-cara untuk terjadinya penanwaran dan penerimaan dapat
dilakukan secara tegas maupun dengan tidak tegas yang penting dapat dipahami
atau dimengerti oleh para pihak bahwa telah terjadi penawaran dan penerimaan.
Beberapa contoh yang dapat dikemukakan, Sebagai cara terjadinya
kesepakatan / terjadinya penawaran dan penerimaan adalah:
a.
dengan cara tertulis;
b.
dengan cara lisan;
c.
dengan simbol-simbol tertentu; bahkan
d. dengan berdiam diri.
Berdasarkan berbagai cara terjadinya kesepakatan tersebut diatas.
secara garis besar terjadinya kesepakatan dapat terjadi secara tertulis dan
tidak tertulis, yang, mana kesepakatan yang terjadi secara tidak tertulis
tersebut dapat berupa kesepakatan lisan, simbol-simbol tertentu, atau
diam-diam, Seseorang yang melakukan kesepakatan secara tertulis biasanya
dilakukan baik dengan akta di bawah tangan maupun dengan akta autentik.
Akta di bawah tangan merupakan akta yang dibuat oleh para pihak
tanpa melibatkan pejabat yang berwenang membuat akta seperti notaris, PPAT,
atau pejabat lain yang diberi wewenang untuk itu. Berbeda dari akta di bawah
tangan yang tidak melibatkan pihak berwenang dalam pembuatan akta, akta
autentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang.
Berdasarkan pengertian akta autentik di atas dapat diketahui bahwa
akta autentik ada dua macam, yaitu akta yang dibuat oleh pejabat yang
berwenang, dan akta yang dibuat di hadapan pejabat yang berwenang. Perbedaan
prinsip antara akta di bawah tangan dengan akta autentik adalah karena jika
pihak lawan mengingkari akte tersebut, akta di bawah tangan selalu dianggap
palsu sepanjang tidak dibuktikan keasliannya, sedangkan akta autentik selalu
dianggap asli, kecuali terbukti kepalsuannya. Artinya, jika suatu akta di bawah
tangan disangkali oleh pihak lain, pemegang akta di bawah tangan (diuntungkan
oleh akta di bawah tangan tersebut) dibebani untuk membuktikan keaslian akta
tersebut, sedangkan kalau suatu akta autentik disangkali, pemegang akta
autentik (yang diuntungkan oleh akta autentik tersebut) tidak perlu membuktikan
keaslian akta autentik tersebut tetapi pihak yang menyangkalilah yang harus
membuktikan bahwa akta autentik tersebut adalah palsu. Oleh karena itu,
pembuktian akta di bawah tangan disebut pembuktian keaslian sedangkan
pembuktian akta autentik adalah pembuktian kepalsuan.
Di samping lahirnya kontrak dengan cara-cara tersebut di atas,
dapat pula terjadi suatu kontrak dengan perantaraan elektronik yang walaupun
penawaran dan penerimaan atau kesepakatan terjadi secara tertulis (dapat
dibaca), namun kedudukannya berbeda dari kontrak tertulis sebagaimana
disebutkan di atas karena tulisan tersebut tujuannya tidak dibuat untuk
pembuktian di kemudian hari, tetapi hanya merupakan sarana untuk menyampaikan
isi penawaran dan penerimaan antara para pihak.
Kesepakatan secara lisan merupakan bentuk kesepakatan yang banyak
terjadi dalam masyarakat, namun kesepakatan secara lisan mi kadang tidak
disadari sebagai suatu perjanjian padahal sebenarnya sudah terjadi perjanjian
antara pihak yang satu dengan pihak lainnya, misalnya seorang membeli keperluan
sehari-hari di toko maka tidak perlu ada perjanjian tertulis, tetapi cukup
dilakukan secara lisan antara para pihak.
Kesepakatan yang terjadi dengan menggunakan simbolsimbol tertentu
sering terjadi pada penjual yang hanya menjual satu macam jualan pokok,
misalnya penjual soto, pembeli hanya mengacungkan jari telunjuknya saja. Maka,
penjual soto ! akan mengantarkan satu mangkok soto.
Cara terjadinya kesepakatan dengan simbol-simbol tertentu ini
mungkin juga banyak terjadi pada perjanjian-perjanjian yang terlarang, misalnya
jual beli narkoba dan hal-hal terlarang lainnya.
Kesepakatan dapat pula terjadi dengan hanya berdiam diri, misalnya
dalam hal perjanjian pengangkutan. Jika kita mengeltahui jurusan mobilmobil
penumpang umum, kita biasanya tanpa bertanya mau ke mana tujuan mobil tersebut
dan berapa biayanya, tetapi kita hanya langsung naik dan bila sampai di tujuan
kita pun turun dan membayar biaya sebagaimana biasanya sehingga kita tidak
pernah mengucapkan sepatah kata pun kepada sopir mobil tersebut, namun pada
dasarnya sudah terjadi perjanjian pengangkutan.
Berdasarkan syarat sahnya perjanjian tersebut di atas, khususnya
syarat kesepakatan yang merupakan penentu terjadinya atau lahirnya perjanjian,
berarti bahwa tidak adanya kesepakatan para pihak, tidak terjadi kontrak. Akan
tetapi, walaupun terjadi kesepakatan para pihak yang melahirkan perjanjian,
terdapat kemungkinan bahwa kesepakatan yang telah dicapai tersebut mengalami
kecacatan atau yang biasa disebut cacat kehendak atau cacat kesepakatan
sehingga memungkinkan perjanjian tersebut dimintakan pembatalan oleh pihak yang
merasa dirugikan oleh perjanjian tersebut.
Cacat kehendak atau cacat kesepakatan dapat terjadi karena
terjadinya hal-hal di antaranya: kekhilafan atau kesesatan, paksaan, penipuan,
dan penyalahgunaan keadaan.
Tiga cacat kehendak yang pertama diatur dalam BW sedangkan cacat
kehendak yang terakhir tidak diatur dalam BW, namun lahir kemudian dalam
perkembangan hukum kontrak. Ketiga cacat kehendak yang diatur dalam BW dapat
dilihat dalam Pasal 1321 dan Pasal 1449 BW yang masing-masing menentukan
sebagai berikut.
Pasal 1321 BW:
Tiada kesepakatan yang sah apabila sepakat itu diberikan karena
kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.
Pasal 1449 BW:
Perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan atau penipuan,
menerbitkan suatu tuntutan untuk membatall kannya.
Secara sederhana keempat hal yang menyebabkan terjadinya cacat pada
kesepakatan tersebut secara sederhana dapa dijelaskan sebagai berikut.
·
Kekhilafan
terjadi jika salah satu pihak keliru tentang apa yang diperjanjikan, namun
pihak lain membiarkan pihak tersebut dalam keadaan keliru.
·
Paksaan
terjadi jika salah satu pihak memberikan kesepakatannya karena ditekan (dipaksa
secara psikologis), jadi yang dimaksud dengan paksaan bukan paksaan fisik
karena jika yang terjadi adalah paksaan fisik pada dasarnya tidak ada
kesepakatan.
·
Penipuan
terjadi jika salah satu pihak secara aktif memengaruhi pihak lain sehingga
pihak yang dipengaruhi menyerahkan sesuatu atau melepaskan sesuatu.
·
Penyalahgunaan
keadaan terjadi jika pihak yang memiliki posisi yang kuat (posisi tawarnya)
dari segi ekonomi maupun psikologi menyalahgunakan keadaan sehingga pihak lemah
menyepakati hal-hal yang memberatkan baginya. Penyalahgunaan keadaan ini
disebut juga cacat kehendak yang keempat karena tidak diatur dalam BW,
sedangkan tiga lainnya, yaitu penipuan, kekhilafan, dan paksaan diatur dalam
BW.
2.
Kecakapan
Untuk mengadakan kontrak, para pihak harus cakap, nami-m dapat saja
terjadi bahwa para pihak atau salah satu pihak yang mengadakan kontrak adalah
tidak cakap menurut hukum. Seorang oleh hukum dianggap tidak cakap untuk
melakukan kontrak jika orang tersebut belum berumur 21 tahun, kecuali jika 1a
telah kawin sebelum cukup 21 tahun. Sebaliknya setiap orang yang berumur 21
tahun ke atas, oleh hukum dianggap cakap, kecuali karena suatu hal dia ditaruh
di bawah pengapuan, seperti gelap mata, dungu, sakit ingatan, atau pemboros.
Dengan demikian, dapat disimpulkan seseorang dianggap tidak cakap
apabila:
a. belum berusia 21 tahun dan belum menikah;
b. berusia 21 tahun, tetapi gelap mata, sakit ingatan, dungu atau
boros.
Sementara itu,_dalam Pasal 1330 BW, ditentukan bahwa
tidak…-cakapwuntuk membuat perjanjian adalah:
a. orang-orang yang belum dewasa;
b. mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
c. orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh
undang-undang; dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah
melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Khusus huruf c di atas mengenai perempuan dalam hal yang ditetapkan
dalam undang-undang sekarang ini tidak dipatuhi lagi karena hak perempuan dan
laki-laki telah disamakan dalam hal membuat perjanjian sedangkan untuk
orangorang yang dilarang oleh perjanjian untuk membuat perjanjian tertentu
sebenarnya tidak tergolong sebagai orang yang tidak cakap, tetapi hanya tidak
berwenang membuat Perjanjian tertentu .
3.
Hal
Tertentu
Dalam suatu kontrak objek perjanjian harus jelas dan ditentukan
oleh para pihak, objek perjanjian tersebut dapat berupa barang maupun jasa,
namun dapat juga berupa tidak berbuat sesuatu. Hal tertentu ini dalam kontrak
disebut prestasi yang dapat berwujud barang, keahlian atau tenaga, dan tidak
berbuat sesuatu.
Berbeda dari hal di atas, dalam BW dan pada umumny sarjana hukum
berpendapat bahwa prestasi itu dapat berupa:
a. menyerahkan/memberikan sesuatu;
b. berbuat sesuatu; dan
c. tidak berbuat sesuatu.
Untuk menentukan barang yang menjadi objek perjanjian, dapat
dipergunakan berbagai cara seperti: menghitung, menimbang, mengukur, atau
menakar. Sementara itu, untuk menentukan jasa, harus ditentukan apa yang harus
dilakukan oleh salah satu pihak.
Untuk menentukan tentang hal tertentu yang berupa tidak berbuat
sesuatu juga harus dijelaskan dalam kontrak seperti “berjanji untuk tidak
saling membuat pagar pembatas antara dua rumah yang bertetangga.”
4.
Sebab
yang Halal
Istilah kata halal bukanlah lawan kata haram dalam hukum Islam,
tetapi yang dimaksud sebab yang halal adalah bahwa isi kontrak tersebnt tidak bertentangan
dengan peraturan perunnang-undangan. [2]
2.
Asas-Asas Hukum Kontrak
Dalam Hukum Kontrak dikenal banyak asas, di antaranya adalah
sebagai berikut :
1 . Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme sering diartikan bahwa dibutuhkan kesepakatan
untuk lahirnya kesepakatan. Pengertian ini _tidak tepat karena maksud asas
konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya
kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak,
lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu. Hal
ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak
dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut sudah
bersifat obligatoir, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi
kontrak tersebut.
Asas konsensualisme ini tidak berlaku bagi semua jenis kontrak
karena asas ini hanya berlaku terhadap kontrak konsensual sedangkan terhadap
kontrak formal dan kontrak riel tidak berlaku.
2. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat
penting dalam hukum kontrak. Kebebasan berkontrak ini oleh sebagian sarjana
hukum biasanya didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) BW bahwa semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang
membuatnya. Demikian pula ada yang mendasarkan pada Pasal 1320 BW yang
menerangkan tentang syarat sahnya perjanjian.
Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang
untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, di
antaranya:
a. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak.
b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian.
c. Bebas menentukan isi atau
klausul perjanjian.
d. Bebas menentukan bentuk perjanjian; dan
e. Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.
Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu dasar yang menjamin
kebebasan orang dalam melakukan kontrak. Hal ini tidak terlepas juga dari sifat
Buku III BW yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga para pihak dapat
menyimpanginya (mengesampingkannya), keeuali terhadap pasal-pasal tertentu yang
sifatnya memaksa.
3. Asas Mengikatnya Kontrak (Pacta Sunt Servanda)
Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi
kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus
dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya
undang-undang. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) yang menentukan
bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.
4. Asas lktikad Baik
Asas iktikad baik merupakan salah satu asas yang dikenal dalam
hukum perjanjian. Ketentuan tentang iktikad baik ini diatur dalam Pasal 1338
ayat (3) bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Sementara
itu, Arrest H.R. di Negeri Belanda memberikan peranan tertinggi terhadap
iktikad baik dalam tahap praperj anjian bahkan kesesatan ditempatkan di bawah asas
iktikad baik, bukan lagi pada teori kehendak. Begitu pentingnya iktikad baik
tersebut sehingga dalam perundingan-perundingan atau perjanjian antara para
pihak, kedua belah pihak akan berhadapan dalam suatu hubungan hukum khusus yang
dikuasai oleh iktikad baik dan hubungan khusus ini membawa akibat lebih lanjut
bahwa kedua belah pihak itu harus bertindak dengan mengingat
kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain. Bagi masing-masing calon
pihak dalam perjanjian terdapat suatu kewajiban untuk mengadakan penyelidikan
dalam batas-batas yang wajar terhadap pihak lawan sebelum menandatangani
kontrak atau masing-masing pihak harus menaruh perhatian yang cukup dalam
menutup kontrak yang berkaitan dengan iktikad baik.
Dijerman, Mahkamah Agung mempertimbangkan bahwa apabila ditetapkan
syarat-syarat umum mengenai perjanjian, kebebasan berkontrak dianggap ada
sejauh kebebasan ini mengenai isi perjanjian menurut ukurannya sendiri, yaitu
berdasarkan iktikad baik dengan kewajiban untuk memperhatikan kepentingan-kepentingan
pihak lawan dalam perjanjian pada awal penyusunan syarat-syarat perjanjian itu.
Apabila satu pihak hanya mengajukan kepentingan-kepentingan sendiri, ia
menyalahgunakan kebebasan dalam membuat perjanjian.
Kedua keputusan tersebut menunjukkan bahwa iktikad baik menguasai
para pihak pada periode praperjanjian, yaitu dengan memerhatikan
kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain. Putusan Pengadilan Inggris
yang menyatakan bahwa apabila orang memiliki pengetahuan khusus (ahli)
memberikan keterangan kepada pihak lain dengan maksud memengaruhi pihak lain
supaya menutup perjanjian dengannya, dia wajib untuk berhati-hati bahwa
keterangan-keterangannya adalah benar dan dapat'dipercaya,3 juga terkait dengan
iktikad baik.
Asas sikap berhati-hati tersebut merupakan perkembangan asas
iktikad baik. Berdasarkan asas sikap hati-hati dalam perjanjian tersebut dapat
disimpulkan adanya beberapa kewajiban seperti kewajiban meneliti, kewajiban
untuk memberi keterangan, kewajiban untuk membatasi kerugian, kewajiban untuk
membantu perubahan-perubahan dalam pelaksanaan perjanjian, kewajiban untuk
menjauhkan diri dari persaingan, kewajiban untuk memelihara mesin-mesin yang
dipakai, dan sebagainya. Rumusan tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan
hubungannya dengan kewajiban berhati-hati di luar perjanjian serta untuk
mencegah kesalahpahaman tentang pengertian iktikad baik. Walaupun iktikad baik
para pihak dalam perjanjian sangat ditekankan pada tahap praperjanjian, secara
umum iktikad baik harus selalu ada pada setiap tahap perjanjian sehingga
kepentingan pihak yang satu selalu dapat diperhatikan oleh pihak lainnya.[3]
c. Contoh Kasus Perjanjian Bisnis Yang Sesuai Dengan Anatomi
Kontrak
“PERJANJIAN KONTRAK SEWA RUKO TAHUNAN”
Perjanjian kontrak sewa ruko tahunan yang dilakukan oleh CV.Indri
Group sebagai pemilik ruko dengan PT.Bumi Sejahtera yang dilakukan pada hari
senin tanggal 22 bulan mei tahun 2018 di kantor utama CV.Indri Group.
Kami yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : Aliando Syarief
Alamat : jl.Gatot subroto no.22 D Rt.03 Rw.01 Pulogadung Jakarta
Timur
Bertindak selaku dan atas nama CV.Indri Group, berkedudukan di kompleks
citraland jl. Pontianak 3A Lt.2 Gondangdia Menteng Jakarta Pusat. Selanjutnya
disebut pihak 1
Nama : Jefri Nichol
Alamat : Jl.Rancamaya no.47 Warung nangka, Ciawi, Bogor
Bertindak selaku dan atas Nama PT.Bumi Sejahtera, berkedudukan di
Jl. Samarinda no 12 Babakan, Bogor tengah.
Di dalam perjanjian kontrak yang dilakukan oleh CV. Indri Group
dengan PT.Bumi Sejahtera terdapat premise yang biasa di pergunakan sebagai
pendahuluan suatu akta yang menunjukkan pada maksud utama dan sekaligus
menyatakan mengapa akta itu dibuat .
Kedua belah pihak dengan ini menyatakan bahwa Pihak I selaku
pemilik sah Ruko telah setuju untuk menyewakan kepada Pihak II berupa :
Sebuah bangunan
ruko di jalan sutomo nomor 122, seluas 24m2, yaitu bangunan yang berukuran 4 x
6 m2 yang didirikan diatas sebagian tanah hak milik nomor : 1342/Borongan
seluas 500 m2, atas nama Aliando Syarief, Gambar situasi nomor 202 tanggal
07-03-2010 (tujuh maret dua ribu sepuluh) yang dikeluarkan kantor petahanan Pulogadung
Jakarta pusat.
Kedua belah Pihak
bersepakat bahwa perjanjian sewa-menyewa Kendaraan antara Pihak I dan Pihak II
ini berlaku sejak tanggal penandatanganan surat perjanjian ini dimana
masyarakat serta ketentuan-ketentuan dalam surat perjanjian diatur dalam 10
pasal sebagai berikut :
PASAL 1
JENIS SEWA
Jenis sewa atas Ruko adalah sewa tahunan. Dimana Pihak I
menyediakan Bangunan Ruko untuk membantu kebutuhan bisnis perdagangan Pihak
II .
PASAL 2
MASA BERLAKU PERJANJIAN SEWA
Ayat 1
Sewa-menyewa ini dilangsungkan dan diterima untuk jangka waktu 1
(satu) tahun atau tiga ratus lima puluh enam (356) hari kerja (senin-minggu),
terhitung sejak tanggal dua puluh dua-mei-dua ribu delapan belas (22-05-2018)
dan berakhir pada tanggal dua puluh satu-mei-dua ribu Sembilan belas (21-05-2019).
Ayat 2
Setelah jangka waktu tersebut, maka sewa-menyewa ini dapat
diperpanjang untuk jangka waktu dan dengan syarat-syarat serta
ketentuan-ketentuan dalam surat perjanjian tersendiri.
PASAL 3
HARGA SEWA & PEMBAYARAN
Ayat 1
Harga sewa atas Bangunan Ruko pertahunnya sebesar Rp.60.000.000
(enam puluh juta rupiah). Pembayaran dilakukan selambat-lambatnya 3 bulan kerja
sejak penandatanganan perjanjian ini .
Ayat 2
Pembayaran dari Pihak II dapat dilakukan melalui transfer antar
bank ke rekening Pihak I.
Nama bank : BRI
No.rek :
1269.01.000.784.500
Pemilik : Aliando
Syarief
PASAL 4
HAK DAN TANGGUNG JAWAB
Ayat 1
Pihak II berhak
sepenuhnya untuk menggunakan Ruko yang disewanya dengan perjanjian ini .
Ayat 2
Pihak I memiliki
tanggung jawab untuk : mengadakan fasilitas dalam bangunan ruko yang terdiri
dari daya listrik (PLN) dengan daya 2200 watt, air bersih dari (PDAM) dan telepon
dengan jaringan kabel dengan nomor 222333.
Ayat 3
Pihak II memiliki
tanggung jawab untuk : penyewa diwajibkan memelihara dan merawat apa yang
disewanya tersebut dengan sewajarnya dan atas biaya nya sendiri, termasuk
mengecat dinding yang menurut pertimbangan penyewa perlu dilakukan.
Ayat 4
Segala
pembetulan kecil yang mungkin akan dilakukan seperti memperbaiki atap bocor,
mengganti kaca jendela/pintu yang pecah, kunci-kunci dan engsel yang rusak
harus dilakukan Pihak II atas biaya sendiri.
Ayat 5
Mengingat Ruko telah memiliki hak guna pakai oleh Pihak
II sebagai penyewa, karenanya Pihak II ikut bertanggung jawab untuk
merawat dan menjaga kebutuhan serta kebaikan kondisi Bangunan Ruko
tersebut selama waktu pemakaian.
PASAL 5
KETENTUAN-KETENTUAN KHUSUS
Ayat 1
Sebelum jangka waktu sewa-menyewa seperti yang tertulis pada pasal
1 ayat 1 surat kontrak ataupun menyerahkan kembali Ruko tersebut kepada Pihak
I kecuali, terdapat kesepakatan diantara kedua belah pihak.
Ayat 2
Pihak I untuk
persewaan ini tidak diperbolehkan untuk memungut uang sewa tambahan lagi dari Pihak
II dengan alasan atau dalih apapun
juga.
Ayat 3
Status kepemilikan Ruko tersebut diatas sepenuhnya ada di
tangan Pihak I dan Pihak II hanya memiliki hak guna pakai.
PASAL 6
KERUSAKAN
Ayat 1
Apabila terjadi kerusakan pada Bangunan Ruko, Pihak I
diharuskan memperbaiki atau mengeluarkan ongkos biaya atas kerusakan tersebut.
Ayat 2
Pihak II dibebaskan
dari segala ganti rugi atau tuntutan dari Pihak I akibat kerusakan pada Bangunan
Ruko yang diakibatkan oleh force majeure.
yang dimaksud dengan force majeure adalah :
1.
Bencana
alam, seperti : banjir, gempa bumi, tanah longsor, petir, angin topan, serta
kebakaran yang disebabkan oleh faktir extrern yang mengganggu kelangsungan
perjanjian ini.
2.
Hura-hura
, kerusuhan, pemberontakan, dan perang .
PASAL 7
PEMBATALAN
Ayat 1
Apabila Pihak II melakukan pelanggaran atau tidak menaati
perjanjian ini maka Pihak I berhak untuk minta perjanjian dibatalkan.
Ayat 2
Pihak I diharuskan
memberitahukan pembatalan tersebut secara tertulis kepada Pihak II dan Pihak
II diwajibkan menyerahkan kembali ruko yang disewanya selambat-lambatnya 3
(tiga) hari stelah perjanjian ini dibatalkan .
Ayat 3
Pihak I berhak meminta
bantuan pihak berwajib untuk menarik kembali ruko tersebut dan segala biaya
pengambilan ruko tersebut sepenuhnya menjadi beban dan tanggung jawab Pihak
I.
Ayat 4
Pihak I membebaskan Pihak
II dari tuntutan kerugian dari pihak I atas pembatalan perjanjian ini.
PASAL 8
PENYELESAIAN DAN PERSELISIHAN
Apabila terjadi perselisihan, maka alan diselesaikan secara
kekeluargaan atau musyawarah untuk mufakat .
PASAL 9
LAIN-LAIN
Hal-hal yang belum tercantum dalam perjanjian ini akan diselesaikan
secara kekeluargaan atau mufakat oleh kedua belah pihak .
PASAL 10
PENUTUP
surat perjanjian ini dibuat rangkap 2 (dua) dengan dibubuhi materai
secukupnya yang berkekuatan hukum yang sama yang masing-masing dipegang Pihak
I dan Pihak II dan mulai berlaku sejak ditanda tangani kedua belah
pihak . [4]
jakarta, 4 april 2018
Pihak
I Pihak
II
Aliando
Syarief Jefri
Nichol
d. Analisis Dari Sebuah Kasus Perjanjian Bisnis Dalam Perspektif
Hukum Kontrak atau Hukum Perdata
Menurut kitab
undang-undang hukum perdata buku ketiga tentang perikatan, untuk sahnya suatu
perjanjian diperlukan empat syarat (pasal 1320 KUHP) :
1.
sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya
2.
kecakapan
untuk membuat suatu perikatan
3.
suatu
hal tertentu dan
4.
suatu
sebab yang halal
Dari keterangan tersebut diatas,
maka saya akan mencoba mengkaji lebih jauh mengenai sewa-menyewa kendaraan yang
tertulis diatas .
1.
Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya
Sepakat dalam hal
ini adalah persetujuan antara pihak-pihak untuk melakukan perjanjian.
Kesepakatan tidak salah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau
diperoleh dengan paksaan atau penipuan (1321 KUH Perdata) .
Dalam contoh kasus
diatas telah terjadi kesepakatan antara para pihaknya yaitu Aliando Syarief, yang bertempat tinggal di
jl.Gatot Subrotono.22 D Rt.03 Rw.01 Pulogadung Jakarta Timur . dalam hal ini
Bertindak selaku dan atas nama CV.Indri Group, berkedudukan di kompleks Citraland,
Jl. Pontianak 3A Lt.2 Gondangdia Menteng Jakarta Pusat. yang selanjutnya akan
disebut sebagai pihak pertama dengan Jefri Nichol yang bertempat tingga di Jl.Rancamaya
No.47 Warung nangka, Ciawi, Bogor, dalam hal ini Bertindak selaku dan atas Nama
PT.Bumi Sejahtera, berkedudukan di Jl. Samarinda no.12 Babakan, Bogor tengah,
yang selanjutnya akan disebut juga sebagai pihak kedua dengan berbagai persyaratan
yang mereka setujui bersama.
Syarat kesepakatan
ini, bersama-sama dengan syarat kewenangan berbuat, merupakan syarat obyektif
dari kontrak . jika tidak dipenuhinya kesepakatan kehendak dan syarat
kewenangan berbuat maka akan mengakibatkan kontrak sewa-menyewa ini “dapat
dibatalkan” . kesepkatan sewa-menyewa kendaraan dimulai dari adanya unsur
penawaran dari pihak Aliando Syarief sebagai Pihak Pertama dan diikuti oleh
penerima penawaran dari pihak Jefri Nichol sebagai Pihak kedua . tidak ada unsur
paksaan, penipuan dan kesilapan untuk mencapai kesepakatan sewa-menyewa
kendaraan tersebut.
2.
Kecakapan
berbuat dari para pihak (untuk membuat suatu perikatan)
Menurut ketentuan
yang berlaku bahwa semua orang cakap (berwenang) membuat kontrak kecuali mereka
yang tergolong sebagai berikut :
a.
Orang
yang belum dewasa (belum berumur 21 tahun atau belum kawin) .
b.
Orang
yang ditempatkan dibawah pengampuan
-
Orang
yang di ingu
-
Orang
gila
-
Orang
yang gelap mata
-
Orang
boros
c.
Wanita
bersuami (agar jangan sampai ada dua nahkoda dalam satu perahu, karena dalam
suatu perkawinan pihak suamilah yang dianggap sebagai nahkodanya (kepala rumah
tangga) .
d.
Orang
yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan tertentu. (pasal
1330 KUH Perdata).
Dari ketentuan
diatas, maka dapat dipastikan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu
kecakapan berbuat dari para pihak yang melakukan sewa-menyewa Ruko telah
dipenuhi. Dapat dibuktikan dari identitas dari para pihak yang tertera dalam
surat perjanjian sewa-menyewa diatas yaitu .
. Aliando Syarief, yang bertempat tinggal di jl.Gatot Subrotono.22
D Rt.03 Rw.01 Pulogadung Jakarta Timur . dalam hal ini Bertindak selaku dan
atas nama CV.Indri Group, berkedudukan di kompleks Citraland, Jl. Pontianak 3A
Lt.2 Gondangdia Menteng Jakarta Pusat. yang selanjutnya akan disebut sebagai
pihak pertama .
. Jefri Nichol yang bertempat tingga di Jl.Rancamaya No.47 Warung
nangka, Ciawi, Bogor, dalam hal ini Bertindak selaku dan atas Nama PT.Bumi
Sejahtera, berkedudukan di Jl. Samarinda no.12 Babakan, Bogor tengah, yang
selanjutnya akan disebut juga sebagai pihak kedua dengan berbagai persyaratan
yang mereka setujui bersama.
Semua pihak telah dewasa tidak dibawah pengampuan, laki-laki bukan
perempuan serta tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan
tertentu .
3.
Suatu
hal tertentu
Perihal tertentu
adalah perihal yang merupakan obyek dari suatu kontrak. Jadi dalam perjanjian
sewa-menyewa ruko yang dilakukan oleh Aliando Syarief dengan Jefri Nichol
adalah sebuah Ruko oleh Cv.Indri Group, berkedudukan di kompleks Citraland, Jl.
Pontianak 3A Lt.2 Gondangdia Menteng Jakarta Pusat. Dengan PT.Bumi Sejahtera,
berkedudukan di Jl. Samarinda no.12 Babakan, Bogor tengah .
4. Suatu sebab yang halal
Sebab yang halal
adalah sebab mengapa kontrak itu dibuat (harus halal) dari contoh surat
sewa-menyewa diatas, sebab dilakukan perjanjian sewa-menyewa ruko antara lain:
-
Agar
ruko itu dapat dijaga apabila ruko tersebut disewakan serta mendapatkan upah
sewa dari ruko yang disewakan kepada penyewa (Aliando Syarief)
-
Agar
pihak penyewa (Jefri Nichol) dapat menggunakan ruko untuk digunakan sebagai
keperluan bisnis perdagangan atas PT.Bumi Sejahtera. .
Menurut unsur esensial, naturalia, dan aksidential
1.
Unsur
esensial
Unsur esensial yang terdapat pada sewa menyewa ruko antara lain:
- Adanya
pihak pertama yaitu Aliando Syarief, yang bertempat tinggal di jl.Gatot
Subrotono.22 D Rt.03 Rw.01 Pulogadung Jakarta Timur . dalam hal ini Bertindak
selaku dan atas nama CV.Indri Group sebagai pemilik ruko sewaan.
- Adanya pihak kedua yaitu Jefri Nichol yang bertempat tingga di
Jl.Rancamaya No.47 Warung nangka, Ciawi, Bogor, dalam hal ini Bertindak selaku
dan atas Nama PT.Bumi Sejahtera, sebagai penyewa. Adanya obyek perjanjian yaitu
Sebuah bangunan ruko di jalan sutomo nomor 122, seluas 24m2, yaitu bangunan
yang berukuran 4 x 6 m2 yang didirikan diatas sebagian tanah hak milik nomor :
1342/Borongan seluas 500 m2, atas nama Aliando Syarief, Gambar situasi nomor
202 tanggal 07-03-2010 (tujuh maret dua ribu sepuluh) yang dikeluarkan kantor
petahanan Pulogadung Jakarta pusat.
Adanya
harga dari obyek perjanjian sewa menyewa ruko Rp. Rp.60.000.000 (enam puluh
juta rupiah) pertahunnya .
-
Adanya
kesepakatan anatara pihak-pihak sehingga perjanjian sewa-menyewa kendaraan
tersebut dapat terjadi .
2.
Unsur
naturalia
-
Menjamin
tidak ada cacat benda yang disewa
Waktu perjanjian sewa menyewa dan ditanda tangani perjanjian pada
tanggal dua-puluh-dua-mei-dua ribu delapan belas
3.
Unsur
accidentalia
Identitas para pihak :
Pihak pertama :
Nama : Aliando Syarief
Alamat : jl.Gatot Subrotono.22 D Rt.03 Rw.01 Pulogadung Jakarta
Timur . dalam hal ini Bertindak selaku dan atas nama CV.Indri Group,
berkedudukan di kompleks Citraland, Jl. Pontianak 3A Lt.2 Gondangdia Menteng
Jakarta Pusat.
Pihak kedua :
Nama : Jefri Nichol
Alamat : Jl.Rancamaya No.47 Warung nangka, Ciawi, Bogor, dalam hal
ini Bertindak selaku dan atas Nama PT.Bumi Sejahtera, berkedudukan di Jl. Samarinda
no.12 Babakan, Bogor tengah.[5]
e. Kesimpulan Dari Sebuah Kasus Perjanjian Bisnis dan Kesan Pesan
Hukum Kontrak Yang Penulis Baca
Dari contoh kasus
perjanjian diatas, dapat disimpulkan, bahwa Menurut kitab undang-undang hukum
perdata buku ketiga tentang perikatan, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan
empat syarat (pasal 1320 KUHP) :
1.
sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya
2.
kecakapan
untuk membuat suatu perikatan
3.
suatu
hal tertentu dan
4.
suatu
sebab yang halal
Dalam contoh kasus
diatas terbukti bahwa telah terjadi kesepakatan antara para pihaknya yaitu Aliando Syarief, yang bertempat tinggal di
jl.Gatot Subrotono.22 D Rt.03 Rw.01 Pulogadung Jakarta Timur . dalam hal ini
Bertindak selaku dan atas nama CV.Indri Group, berkedudukan di kompleks Citraland,
Jl. Pontianak 3A Lt.2 Gondangdia Menteng Jakarta Pusat. yang selanjutnya akan
disebut sebagai pihak pertama dengan Jefri Nichol yang bertempat tingga di Jl.Rancamaya
No.47 Warung nangka, Ciawi, Bogor, dalam hal ini Bertindak selaku dan atas Nama
PT.Bumi Sejahtera, berkedudukan di Jl. Samarinda no.12 Babakan, Bogor tengah,
yang selanjutnya akan disebut juga sebagai pihak kedua dengan berbagai
persyaratan yang mereka setujui bersama.
Selain itu, Semua
pihak telah dewasa tidak dibawah pengampuan, laki-laki bukan perempuan serta
tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan tertentu. Dan telah
memenuhi aturan dalam kecakapan hukum.
Perihal tertentu
adalah perihal yang merupakan obyek dari suatu kontrak. Jadi dalam perjanjian
sewa-menyewa ruko yang dilakukan oleh Aliando Syarief dengan Jefri Nichol
adalah sebuah Ruko oleh Cv.Indri Group, berkedudukan di kompleks Citraland, Jl.
Pontianak 3A Lt.2 Gondangdia Menteng Jakarta Pusat. Dengan PT.Bumi Sejahtera,
berkedudukan di Jl. Samarinda no.12 Babakan, Bogor tengah . Sebab-sebab mereka
melakukan perjanjian diatas juga didasari oleh alasan yang logis dan halal.[6]
a.
Kesan
: senang bisa mempelajari tentang aspek yang terkait dalam hukum kontrak semoga
bisa bermanfaat untuk kedepannya.
b.
Pesan
: semoga dengan mempelajari hukum kontrak dalam perspektif hukum perdata ini,
kita bisa mengetahui lebih dalam mengenai aspek-aspek yang terkandung
didalamnya. Selain itu agar kita lebih berpengalaman dan memiliki banyak
wawasan jika pada suatu saat kita melakukan sebuah kontrak perjanjian.
C.
Penutup
a.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik 5 kesimpulan sebagai berikut :
1.
Kontrak
merupakan suatu peristiwa yang konkret dan dapat diamati, baik itu kontrak yang
dilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis. Hal ini berbeda dengan
perikatan yang tidak konkret, tetapi abstrak atau tidak dapat diamati karena
perikatan itu hanya merupakan akibat dari adanya kontrak tersebut yang
menyebabkan orang atau para pihak terikat untuk memenuhi apa yang dijanjikan.
2.
syarat
sahnya kontrak sebagimana diatur dalam pasal 1320 BW, yaitu:
-
Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya.
-
Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan.
-
Suatu
hal tertentu.
-
Suatu
sebab yang halal
Dan asas dalam perjanjian ada 4, yaitu : Asas konsensualisme, asas
kebebasan berkontrak, asas mengikatnya kontrak, asas iktikad baik.
3.
Dalam
sebuah kasus perjanjian, harus adanya pihak I dan pihak II yang saling
bertanggung jawab, terdapat surat kontrak yang berisikan tanggal penetapan
kontrak, nama dan alamat masing-masing pihak, beserta pasal-pasal perjanjian
antar kedua belah pihak.
4.
Dalam
menganalisis suatu kasus perjanjian, kita harus melihat syarat dari hukum
perjanjian atau kontrak, jika kasus tersebut memenuhi syarat sahnya. Maka
perjanjian tersebut dapat berlangsung dengan sah.
5.
Kesimpulan
dari suatu kasus perjanjian, harus dilihat dengan benar apakah semuanya telah
memenuhi syarat sah perjanjian, dari mulai pihak pihak yang terlibat, yang
dapat dilihat melalui akte perjanjian.
b.
Saran
Demikian yang dapat kami
uraikan mengenai Pengertian hukum kontrak beserta contoh kasus dan analisis
dari sebuah kasus perjanjian . Kami menyadari bahwa makalah ini banyak
kekurangan. Kami berharap kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang
membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya pada
kami selaku penyusun makalah.
D.
Daftar Pustaka
Miru ,Ahmadi. Hukum kontrak & perancangan kontrak. Jakarta:
Rajawali pers. 2013
Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta: PT.Intermasa. 2004
https://kawanwas.blogspot.com/2017/12/analisis-dan-contoh-pembuatan-kontrak.html?m=1 diakses pada tanggal 4 mei 2016
http://bimoadiwicaksono.blogspot.com/2010/08/analisis-perjanjian-jual-beli-dan-sewa.html?m=1 diakses pada tanggal 10 januari 2016
Purwaningsih, Endang. Hukum Bisnis. Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia. 2010
[1]
Ahmadi miru, Hukum kontrak & perancangan kontrak, (Jakarta: Rajawali
pers, 2013) hal 1-3
[2]
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT.Intermasa, 2004) hal 17-21
[3]
Ahmad Miru, Hukum kontrak & Perencanaan kontrak…, hal 3-7
[4] https://kawanwas.blogspot.com/2017/12/analisis-dan-contoh-pembuatan-kontrak.html?m=1
diakses pada tanggal 4 mei 2016
[5] http://bimoadiwicaksono.blogspot.com/2010/08/analisis-perjanjian-jual-beli-dan-sewa.html?m=1
diakses pada tanggal 10 januari 2016
[6]
Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010),
hal 96-97