Sabtu, 21 April 2018

Tafsir Muqaran

Edit Posted by with No comments

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Quran merupakan wahyu ilahi yang diturunkan dengan penuh kemukjizatan. Ayat-ayatnya memiliki kelebihan masing-masing. Tak satupun yang bisa disia-siakan hanya karena alasan sudah ada penggantinya dari ayat yang lain. Besar kemungkinan bahwa kemampuan manusia tidak bisa menyingkap ibrah yang tersimpan di dalamnya sehingga dengan mudah menganggap beberapa ayat cenderung membosankan karena memiliki redaksi yang tidak jauh berbeda.
Tanpa perhatian yang intensif, tidak menutup kemungkinan seseorang akan berasumsi bahwa banyaknya kemiripan dan kesamaan dalam beberapa ayat al-Quran hanyalah merupakan sebuah pengulangan redaksi. Padahal, tidak jarang terdapat hikmah dalam kemiripan tersebut, bahkan hal itu akan mengantarkan orang yang tekun dalam menganalisisnya pada sebuah formulasi pemahaman dinamis. Oleh karena itu, perlu adanya upaya penafsiran dengan metode yang bisa mengidentifikasi serta mengakomodasi ayat-ayat yang dipandang mirip untuk kemudian dianalisis dan ditemukan hikmahnya. Selain itu, pengungkapan makna di dalamnya juga akan mewarnai dinamisasi kandungan al-Quran sehingga bisa dipahami bahwa setiap ayat memiliki kelebihannya masing-masing.
Pada tataran itulah, kehadiran metode penafsiran ayat-ayat yang beredaksi sama ataupun mirip secara muqaran, dianggap penting. Dari persoalan tersebut maka kami akan membahas tentang tafsir muqaran yang mencangkup beberapa elemen didalamnya.
B.     Rumusan Masalah
Melihat permasalahan diatas, maka permasalahan yang hendak di jelaskan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Apa itu Tafsir Muqaran ?
2.      Bagaimana asal mula Tafsir Muqaran ?
3.      Apa saja ciri Tafsir Muqaran ?
4.      Apa saja kelebihan dan kekurangan Tafsir Muqaran ?
5.      Siapa saja tokoh-tokoh Tafsir Muqaran ?

C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pengertianTafsir Muqaran
2.      Untuk mengetahui asal mula Tafsir Muqaran
3.      Untuk Mengetahui ciri Tafsir Muqaran
4.      Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan Tafsir Muqaran
5.      Untuk mengetahui tokoh-tokoh Tafsir Muqaran















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tafsir Muqaran
Menurut Epistimologi, Al-Muqaran berasal dari kata Qarana-Yuqarinu-Muqaranatun yang berarti menggandeng, menyatukan, atau membandingkan.
Menurut terminology, Tafsir Al-Muqaran ialah tafsir yang membandingkan antara ayat dan ayat atau antara ayat dan hadits, baik dari segi isi maupun redaksi. Definisi lainnya ialah membandingkan antara pendapat ulama tafsir dengan menonjolkan segi perbedaan. Dengan kata lain, mufasir meneliti ayat-ayat Al-Qur’an lalu membandingkannya dengan pendapat mufassir lainnya sehingga ditemukan pemahaman baru.[1]
Sesuai dengan namanya, metode tafsir ini menekankan kajiannya pada aspek perbandingan (komparasi) tafsir Al-Qur’an. Metode muqaran juga digunakan dalam membahas ayat Al-Qur’an yang memiliki kesamaan redaksi namun berbicara tentang topic yang berbeda. Atau sebaliknya, topic yang sama dengan redaksi yang berbeda. Ada juga diantara penafsir yang membandingkannya dengan ayat-ayat Al-Qur’an dengan hadits nabi yang secara lahiriyah tampak berbeda.[2]
At-tafsir al-muqaran juga bisa dilakukan dengan membandingkan antar aliran tafsir dan antara mufassir yang satu dan yang lainnya. Perbandingan itu bisa juga berdasarkan perbedaan metode.  Jadi, metode penafsiran perbandingan memiliki objek yang sangat luas dan banyak. Bentuk penafsiran yang di dimaksud bisa berupa perbandingan antara ayat-ayat Al-Qur'an yang redaksinya berbeda, tetapi maksudnya sama atau ayat-ayat yang menggunakan redaksi mirip, tetapi maksudnya berlainan.



Contoh :
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Katakanlah: marilah kubacakan apa yang diharamkan atasmu oleh Tuhanmu, yaitu janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua ibu bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak diantaranya maupun yang tidak tampak (tersembunyi), dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya)  melainkan dengan sesuatu (sebab)  yang benar" itulah yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahaminya. (Q. S Al-An'am, 6:151).
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرً
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka, dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa besar (Q. S Al-Isra, 17:31).
Kedua ayat tersebut menggunakan redaksi yang berbeda tetapi bermaksud sama, yakni melarang (mengharamkan) pembunuhan anak hanya karena takut miskin. Namun, sasaran dan aksentuasinya jauh berbeda. Ayat pertama (Q.S Al-An'am, 6:151) redaksi khitabnya (arah pembicaraan) ditujukan kepada orang-orang miskin (fuqara), sedangkan ayat kedua (Q.S Al-Isra, 17:31) khitabnya ditujukan kepada orang-orang kaya.
Pemahaman tentang perbedaan sasaran yang dituju dapat dipahami dari bentuk redaksi kedua ayat tersebut. Pada surat Al-An'am (6) ayat 151 bentuk redaksi yang digunakan adalah min imlaq (takut kelaparan) yang belum tentu terjadi, sedangkan pada ayat 31 surat Al-Isra menggunakan redakdi khasyata imlaq yang menunjukan kelaparan itu sudah dan sedang terjadi, dan mereka merasa takut itu akan terjadi.
Perbedaan lainnya terdapat pada penggunaan kata "kami memberi rezeqi "(narzuq) yang berbeda kata ganti gantinya (isim dhomir). Surat al-an'am ayat 151 menggunakan redaksi narzuqukum yang mendahulukan dhamir mukhotob (orang kedua jamak), yakni pada kata narzuqukum (kamilah yang memberi rezeki kalian) dan membelakangkan dhamir ghaib, yakni wa iyyahum (dan juga kepada mereka). Sebaliknya, surat al-isra (17) ayat 31,redaksi yang digunakan adalah khasyata imlaq (rasa takut terhadap kemiskinan), membelakangkan dhamir mukhatab, yakni wa iyyakum (dan kepada kalian), dan mendahulukan dhamir ghaib, yakni pada kata narzuquhum (kamilah yang memberi rezeki mereka). Kata khasyata imlaq menunjukkan bahwa kelaparan itu telah terjadi, sedangkan dhamir hum yang didahulukan dari pada dhamir kum untuk menyakinkan mukhatab (yang diajak bicara) bahwa memberi jaminan Allah tentang rezeki dari anak-anak mereka dan juga orang tuanya.
Menurut sebagian mufassir, kata imlaq dan nahnu narzuqukum wa iyyahum pada ayat 151 surat Al-An'am mengisyaratkan bahwa orang-orang miskinlah yang sedang mengalami kelaparan (kekurangan ekonomi), sekalipun tidak boleh membunuh anak-anak nya dengan alasan apapun, termasuk karena kelaparan yang sedang dialaminya. Allah menjamin bahwa dia lah yang akan memberi rezeki kalian dan anak-anak meraka. Sebaliknya, surat Al-isra (17) ayat 31 justru menggunakan kata khasyata imlaq dan nahnu narzuquhum wa iyyakum yang ditujukan kepada orang-orang kaya. Kata khasyata imlaq yang artinya takut kelaparan mengisyaratkan kelaparan itu belum terjadi (atau menimpa orang kaya). Namun, mereka (aghniya) merasa khawatir terhadap kehadiran seorang anak yang akan membuatnya (yakni orang tua) menjadi jatuh miskin karena anak-anak mereka turut memakan hartanya. Untuk menghilangkan rasa takut dalam diri orang kaya terhadap kemiskinan, ayat itu menegaskan bahwa Allah lah yang akan memberi rezeki kepada anak-anak mereka, bahkan orang tua pun pasti mendapatkannya. Inilah rahasia penempatan kata narzukuhum dan didahulukan dari pada kata wa iyyakum. Penempatan ini memiliki maksud, yakni Allah memberi jaminan bahwa Dialah yang akan menjamin rezeki para anak, bahkan rezeki itu juga di berikan bagu kalian (orang kaya). Jadi, janganlah kalian merasa takut akan terjadinya kelaparan.
Selintas, perbedaan redaksi tersebut boleh jadi tidak mengundang perhatian apa pun sehingga, tidak mengherankan jika tidak sedikit mufassir yang tidak perduli terhadap perbedaan redaksi tersebut. Namun, bagi sebagian mufassir yang terkait dengan kaidah yang menyatakan bahwa "penambahan bentuk akan menunjukkan perbedaan makna" sedikit perbedaan redaksi itu tetap menarik perhatian.[3]
B.     Asal Mula Tafsir Muqaran
Sejarah mencatat, penafsiran al-Qur’an telah tumbuh dan berkembang sejak masa-masa awal pertumbuhan dan perkembangan Islam. Hal ini didukung oleh adanya fakta sejarah yang menyebutkan bahwa Nabi pernah melakukannya. Pada saat sahabat beliau tidak memahami maksud dan kandungan salah satu isi kitab suci al-Qur’an, mereka menanyakan kepada Nabi. Dalam konteks ini, Nabi memang berposisi sebagai mubayyin (penjelas terhadap segala persoalan umat). Penafsiran-penafsiran yang dilakukan Nabi ini memiliki sifat-sifat dan karakteristik tertentu, diantaranya penegasan makna (bayan al-ta’kid); perincian makna (bayan tafshil), perluasan dan penyempitan makna; kualifikasi makna, serta pemberian contoh. Sedangkan dari segi motifnya, penafsiran Nabi SAW terhadap ayat-ayat al-Qur’an mempunyai tujuan-tujuan: pengarahan (bayan Irsyad), peragaan (tathbiq), pembetulan (bayan tashhih) atau koreksi.
Sepeninggal Nabi, kegiatan penafsiran al-Qur’an tidak berhenti, malah boleh jadi semakin meningkat. Munculnya persoalan-persoalan baru seiring dengan dinamika masyarakat yang progresif mendorong uimat Islam generasi awal mencurahkan perhatian yang besar dalam menjawab problematika umat. Perhatian utama mereka tertuju kepada al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam, maka upaya-upaya penafsiran terus dilakukan. Dalam penafsiran pada masa itu, pegangan mereka adalah riwayat-riwayat yang dinukilkan dari Nabi.
Penafsiran-penafsiran yang dilakukan para sahabat di atas, pada pembahasan selanjutnya nanti dikenal dengan tafsir bi al-ma’tsur. Tafsir yang disebut terakhir ini mendasarkan pembahasan dan sumbernya pada riwayat. Cara ini kemudian dikenal sebagai sebuah metode penafsiran al-Qur’an yang disebut dengan metode riwayah. Sebagai perimbangana dari metode ini timbullah metode lainnya, yaitu tafsir bi al-ra’yi yang mendasarkan sumbernya pada penalaran ijtihadi. Dari dua metode ini, nantinya lahir metode-metode lain yang menyebabkan metodologi penfsiran al-Qur’an berkembang. Metode-metode yang dimaksud adalah metode tahlili, metode ijmali, metode muqaran, dan metode maudhu’i. Hal yang perlu dicatat ialah pada masa Nabi dan sahabat, tafsir al-Qur’an masih menggunakan metode ijmali (global). Hal tersebut menunjukkan bahwa metode yang paling awal digunakan adalah metode ijmali, sebab pada waktu itu, Nabi dan Sahabat belum memberikan tentang ayat secara rinci dan mendetail.[4]
C.    Ciri Tafsir Muqaran
Ciri utama metode ini adalah membandingkan. Adapun yang dibandingkan adalah ayat dengan ayat lainnya, ayat dengan hadits, atau pendapat mufasir dengan mufasir lainnya. Berikut ini ciri tafsir muqaran atau metode komperatif :
1.      Cakupan pembahasannya sangat luas karena membandingkan tiga hal, yaitu ayat, hadits, dan pendapat mufasir.
2.      Ruang lingkup dari masing-masing aspeknya berbeda.
3.      Ada yang menghubungkan pembahasan dengan konotasi kata atau kalimat. Misalnya, 
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ
Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir. (QS.Al-Fath (48) :29)
Ketika membahas kata Al-Kuffar, tidak dapat disamakan dengan kata Al-Kuffar yang terdapat dalam ayat berikut :
كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ
Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani (QS.Al-Hadid (57) : 20)
Kosakata dalam dua ayat tersebut sama, tetapi konotasi maknanya sangat jauh berbeda.
4.      Mengomparatifkan antara ayat-ayat yang beredaksi sama, hadits yang memiliki kemiripan, serta pendapat mufasir mengenai ayat tertentu.[5]
1.      Cara Kerja Tafsir Muqaran
Berikut ini cara kerja tafsir Al-Muqaran (Metode Komperatif) :
a.       Membandingkan ayat-ayat yang memiliki persamaan atau memiliki redaksi berbeda tetapi membicarakan kasus yang sama. Dengan demikian, terlihat persamaan dan perbedaannya.
b.      Membandingkan ayat Al-Qur’an dengan hadiots yang secara lahiriyah terlihat bertentangan. Upaya ini untuk mengungkap persamaan teks hadits dengan Al-Qur’an lalu dicari benang merahnya.
c.       Membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir. Setelah itu, menguatkan pendapat yang shahih dan membuang pendapat yang dha’if.
d.      Membandingkan ayat Al-Qur’an dengan kitab-kitab terdahulu, sepertio taurat, zabur, dan injil. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kelebihan Al-Qur’an dan mengungkap penyelewengan yang terjadi.[6]

D.    Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Muqaran
Metode komperatif memiliki cangkupan yang sangat luas karena tidak membandingkan ayat dengan ayat ,tetapi juga membandingkan ayat dengan hadits dan pendapat mufasir lainnya. Kajian masing-masing aspek berbeda, sesuai dengan objek yang dikajinya. Objek kajiannya pun luas karena segala pendapat yang dikemukakan dibandingkan dengan berbagai pendapat lainya.
1.      Adapun kelebihan metode ini adalah :
A.    Memberikan wawasan yang sangat luas.
Melalui metode ini pembaca mendapat wawasan yang luas karena setiap ayat dilihat dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Dengan demikian, pemahan terhadap Alquran sangat luas.
B.     Menghargai pendapat orang lain.
Pembaca dapat terhindar dari sikap fanatisme yang dapat merusak persatuan dan kesatuan umat.
C.     Pintu pengetahuan semakin luas
Metode ini menjanjikan berbagai pengetahuan karena disajikannya berbagai pendapat. Metode ini sangat cocok bagi mereka yang ingin memperdalam ilmu tafsir.
D.    Mengungkap kemukjizatan Al-Qur’an
E.     Membuktikan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an sebenarnya tidak ada yang kontradiktif atau bertentangan
F.      Dapat mengungkapkan orisinilitas dan objektifitas hadits nabi Saw
G.    Dapat mengungkap sumber-sumber perbedaan di kalangan mufasir atau perbedaan pendapat diantara kelompok umat islam yang didalamnya termasuk mufasir itu sendiri

2.      Kekurangan metode komperatif adalah sebagai berikut :
A.    Tidak cocok untuk para pemula.
Luasnya ruang lingkup metode ini membuatnya tidak cocok untuk para pemula. Mereka belum siap menerima bebagai pendapat dan tidak mustahil mereka justru akan semakin menentukan pilihan.
B.     Kurang dapat diandalkan untuk menjawab pertanyaan social.
Karena metode ini lebih mengutamakan perbandingan dari pada memecahkan permasalahan, maka metode ini kurang tepat untuk menjawab permasalahan yang muncul ditengah tengah masyarakat. Misalnya sesorang ingin mengetahui apakah korupsi termasuk pencurian atau tidak. Jika mempelajarinya dari tafsir metode kompeeratif, ia akan semakin bingung karena banyaknya pendapat yang disampaikaikan tentang korupsi.
C.     Lebih banyak menelusuri penafsiran terlebih dahulu.
Pada umumnya mufasir lebih banyak menelusuri penafsiran yang telah ada dari pada mengemukakan penafsiran baru. Oleh sebab itu, kreatifitas mufasir menjadi terbatas.
D.  metode tafsir muqaran cenderung selalu menggunakan potensi rasio saja
E. Hanya ingin mengetahui perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan ayat saja[7]
3.      Nilai Penting Tafsir Muqaran
Tafsir metode komperatif mengemukakan berbagai disiplin ilmu sesuai dengan konteks ayat sehingga dibutuhkan oleh orang yang ingin mendapatkan pemahaman luas. Sementara itu, pada era modern seperti sekarang ini, tafsir metode komperatif semakin dibutuhkan oleh umat. Hal itu karena banyaknya aliran yang terkadang keluar dari pemahaman yang benar. Dengan metode ini dapat diketahui mengapa penyimpangan penafsiiran timbul. Disamping itu, metode komperatif sangat berperan dalam mengembangkan pemikiran tafsir.[8]
E.     Tokoh dan Karya Tafsir Muqaran
1.      Jami’ Al-Bayan fi Ta’wil Al-Qur’an, oleh Ibnu Jarir Ath-Thabiri (Beliau adalah mufasir pertama yang menggunakan metode ini)
2.      Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, oleh Ibnu Katsir
3.      Adhwa Al-Bayan Fi Idhah Al-Qur’an bi Al-Qur’an, oleh Asy-Syanqithi
4.      Tafsir At-Tafasir, oleh Abu Abdirrahman Ibnu Uqail Azh-Zhahiri
5.      Karya Tafsir Muqaran yang lahir di zaman modern adalah Qur’an and its interpreters, oleh Prof.Mahmud Ayyub
6.      Durrat at-tanzi wa qurrat at-ta’wil, Al-Khatib Al-iskafi
7.      Al-Burhan fi taujihnmutasyabih, oleh taj ilkirmani[9]
8.      Tafsir Al-Maraghi dan Al-Jawahir fi tafsir Al-Qur’an
9.      Ayatul Ahkam, oleh pendapat para fuqoha



















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut :
1.      Tafsir Al-Muqaran ialah tafsir yang membandingkan antara ayat dan ayat atau antara ayat dan hadits, baik dari segi isi maupun redaksi. metode tafsir ini menekankan kajiannya pada aspek perbandingan (komparasi) tafsir Al-Qur’an.
2.      Penafsiran al-Qur’an telah tumbuh dan berkembang sejak masa-masa awal pertumbuhan dan perkembangan Islam. Sepeninggal Nabi, kegiatan penafsiran al-Qur’an tidak berhenti, malah boleh jadi semakin meningkat. Munculnya persoalan-persoalan baru seiring dengan dinamika masyarakat yang progresif mendorong uimat Islam generasi awal mencurahkan perhatian yang besar dalam menjawab problematika umat. Sehingga memunculkan banyak metode tafsir.
3.      Ciri utama metode ini adalah membandingkan. Adapun yang dibandingkan adalah ayat dengan ayat lainnya, ayat dengan hadits, atau pendapat mufasir dengan mufasir lainnya.
4.      Tafsir muqaran memiliki banyak kelebihan dan kekurangan, salah satu kelebihannya yaitu memberikan wawasan yang luas dan salah satu kekurangannya sulit di tafsir oleh pemula.
5.      Tak sedikit pula tokoh tokoh yang menafsirkan tafsir muqaran, salah satu contohnya yaitu Durrat at-tanzi wa qurrat at-ta’wil, Al-Khatib Al-iskafi.
B.     Saran
Demikian yang dapat kami uraikan mengenai metode Tafsir Muqaran (metode komperatif) yang mencakup pengertian, asal mula, ciri, kelebihan dan kekurangan, dan tokoh beserta karyanya. Setelah ini diharapkan kita mampu mengetahui lebih mendalam tentang metode muqaran.. Kami menyadari bahwa makalah ini banyak kekurangan. Kami berharap kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya pada kami selaku penyusun makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Samsurrohman.  pengantar ilmu tafsir. Jakarta: Amzah. 2014
Suryadilaga, M. Alfatih. metodologi ilmu tafsir. Yogyakarta: Teras. 2005
Izzan, Ahmad. metodologi ilmu tafsir. Bandung: Tafakur.  2014





[1] Samsurrohman, pengantar ilmu tafsir, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm 122
[2] M. Alfatih Suryadilaga, metodologi ilmu tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2005, hlm 45
[3] Ahmad Izzan, metodologi ilmu tafsir, (Bandung: Tafakur, 2014) hlm 106-109
[4] https://muhfathurrohman.wordpress.com/tag/muqaran/

[5] Samsurrohman, pengantar ilmu tafsir…, hlm 122
[6] Samsurrohman, pengantar ilmu tafsir…, hlm 136
[7] Samsurrohman, pengantar ilmu tafsir…, hlm 131-132
[8] Samsurrohman, pengantar ilmu tafsir…, hlm 137
[9] Samsurrohman, pengantar ilmu tafsir…, hlm 123

0 komentar:

Posting Komentar